Matahari saat itu bersinar dan ia
duduk di khemahnya. Ketika ia keluar, matahari bersembunyi di balik
segerombolan burung. Abrahah mengangkat pandangannya ke arah langit.
Mula-mula ia membayangkan bahawa ia melihat sekawanan awan yang
hitam. Kemudian ia mengamat- amati awan itu. Dan ternyata ia bukan
awan biasa. Itu adalah sekelompok burung yang menutupi cahaya
matahari dan menyerupai awan yang tebal. Burung ababil, burung yang
banyak.
Gajah-gajah semakin berteriak
dengan kencang dan tampak ketakutan. Dan rasa takut itu kini
menghinggapi seluruh pasukan. Abrahah berteriak di tengah-tengah
pasukannya agar gajah diusahakan untuk maju secara paksa. Kemudian
terbukalah salah satu jendela dari jendela al-Jahim, dan
burung-burung itu menghujani pasukan dengan batu dari Sijil, yaitu
batu yang sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi Luth. Batu itu
menyerupai bom-bom atom yang digunakan saat ini.
Jika Anda membaca buku-buku kuno,
maka Anda akan mengetahui bagaimana peristiwa yang menimpa pasukan
Abrahah. Anda akan membayangkan bahawa Anda berada di hadapan suatu
kekuatan yang menghancurkan yang tidak diketahui asal muasalnya.
Dunia mengenali sebahagian darinya setelah empat belas abad dari
peristiwa tersebut. Buku-buku itu mengatakan bahawa pasukan itu
dihancurkan dengan penghancuran yang dahsyat.
Para tentera Abrahah kembali
dalam keadaan binasa di mana daging- daging dari tubuh mereka
berciciran di jalan. Abrahah pun mendapatkan luka dan mereka keluar
dari tempat itu dalam keadaan dagingnya terpisah satu persatu.
Abrahah pun terbelah dadanya dan mati. Kemudian jasad para pasukannya
tersebar dan berciciran di bumi, seperti tanaman yang dimakan oleh
binatang. Setelah mendekati setengah abad, turunlah suatu surah di
Mekah yang menceritakan tentang peristiwa itu:
"Apakah kamu tidak
memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentera
gajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk
menghancurkan Ka 'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka
burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu
(berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka
seperti daun yang dimakan (ulat)." (QS. al-Fil: 1-5)
Pasukan gajah yang ingin
memporak-porandakan Mekah dikalahkan. Kemudian mereka dihancurkan dan
Tuhan pemilik Ka'bah berhasil melindungi rumah suci-Nya. Perlindungan
tersebut bukan sebagai penghormatan bagi orang yang tinggal di rumah
itu dan bukan sebagai bentuk pengkabulan doa kaum yang menyembah
berhala yang memenuhi tempat itu. Allah SWT sebagai Pelindung Ka'bah
memeliharanya kerana adanya hikmah yang tinggi; Allah SWT
menginginkan sesuatu bagi rumah itu; Allah SWT ingin melindunginya
agar tempat itu menjadi tempat yang damai bagi manusia dan supaya
tempat itu menjadi pusat dari akidah yang baru dan menjadi tanah
bebas yang aman, yang tidak dikuasai oleh seseorang pun dari luar dan
juga tidak didominasi oleh pemerintahan asing yang akan membatasi
dakwah. Yang demikian itu kerana di sana terdapat rumah dari
rumah-rumah di Mekah yang lahir di sana seorang anak di mana ibunya
bernama Aminah binti Wahab dan ayahnya adalah Abdullah, salah seorang
tokoh Arab. Anak itu belum dilahirkan dan belum dapat tugas kenabian
dan ia belum memikul Islam di atas pundaknya dan belum menjadi rahmat
bagi alam semesta. Kemudian datanglah Abrahah yang ingin
menghancurkan semua ini tanpa ia mengetahui semua rahsia ini.
Tragedi yang menimpa Abrahah
adalah kerana bahawa ia berusaha menentang kehendak Ilahi sehingga
kehendak Ilahi itu menghancurkannya dengan mukjizat yang mengagumkan.
Datanglah banyak burung dengan membawa batu-batuan yang tidak
didengar suaranya. Kemudian burung- burung melemparkan batu-batu itu
kepada Abrahah berserta tenteranya. Semua ini berdasarkan rencana
Ilahi terhadap rumah-Nya dan agama-Nya serta nabi-Nya sebelum orang
mengetahui bahawa Nabi Islam telah bersiap-siap untuk meninggalkan
tempat tidurnya di perut ibunya dan mulai memasuki kehidupan yang
keras di muka bumi.
Di tengah-tengah kegembiraan
Mekah kerana keselamatan penghuninya dan selamatnya Ka'bah, Aminah
binti Wahab bermimpi: di tengah suatu malam ia menyaksikan dirinya
berdiri sendirian di tengah-tengah gurun, dan telah keluar dari
dirinya suatu cahaya besar yang menyinari timur dan barat dan
terbentang hingga langit. Aminah tiba-tiba terbangun dari tidurnya
namun ia tidak mengetahui tafsir dari mimpinya.
Berlalulah hari demi hari dari
tahun gajah. Dan pada waktu sahur dari malam Senin hari kedua belas
dari bulan Rabiul Awal, Aminah melahirkan seorang anak kecil yang
yatim yang bernama Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, seorang
cucu dari Ismail bin Ibrahim bin Adam.
Sebelum ia dilahirkan, dunia mati
kerana kehausan padanya. Kehausan dunia sangat besar kepada cinta,
rahmat, dan keadilan. Sekarang teiah berlalu 600 tahun dari kelahiran
al-Masih dan orang-orang Masehi telah menjauhi ajaran cinta, bahkan
keyakinan-keyakinan berhalaisme telah meresap kepada sebahagian
kelompok mereka dan kejernihan ajaran tauhid telah ternodai.
Sedangkan orang-orang Yahudi telah meninggalkan wasiat-wasiat Musa
dan mereka kembali menyembah lembu yang terbuat dari emas. Dan setiap
orang dari mereka lebih memilih untuk memiliki lembu emas yang
khusus. Demikianlah, berhalaisme telah menyerang di bumi. Bumi
dipenuhi oleh kegelapan. Akal disingkirkan dan Tuhan dilupakan dan
mereka menyerahkan diri mereka kepada pembohong.
Ketika jantung dunia telah
terkena kekeringan, maka memancarlah dari timur suatu mata air
keimanan yang jernih yang menjadi puas dengannya separa dunia. Dan
mukjizat besar terjadi ketika mata air ini mengeluarkan air yang
jernih dari jantung gurun yang paling besar ketandusannya di dunia,
yaitu gurun jazirah Arab. Berkenaan dengan penggambaran masa
tersebut, dalam hadis yang mulia dikatakan: "Sesungguhnya Allah
melihat penduduk bumi lalu Dia murka kepada mereka, baik orang-orang
Arab mahupun orang-orang Ajam kecuali sebahagian kecil dari Ahlul
kitab."
Di tenda yang kasar, lahirlah
seorang anak yatim yang kemudian bertanggungjawab untuk memberikan
minum kepada dunia yang haus pada cinta, keadilan, kebebasan, serta
kebenaran. Sementara itu, beberapa langkah dari tempat kelahirannya
terdapat berhala-berhala yang memenuhi Baitul 'Athiq dan sekitar
Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail agar menjadi
rumah Allah SWT dan Dia disembah di dalamnya dan manusia merasa
tenteram di dalamnya. Di rumah yang kuno ini - yang dibangun
sebelumnya oleh Adam - dipenuhi patung- patung tuhan yang terbuat
dari batu dan kayu. Ini menunjukkan betapa akal orang-orang Arab saat
itu mengalami titik terendah.
Sementara itu nun jauh di sana,
tepatnya di Yatsrib atau Madinah dipenuhi oleh orang-orang Yahudi
yang mereka datang di sana kerana melarikan diri dari penindasan
orang-orang Romawi. Mereka tinggal di situ bagaikan serigala-serigala
di atas tanah yang tersubur di mana mereka melakukan monopoli dalam
perdagangan. Mereka membangun kejayaan mereka dengan memanfaatkan
orang-orang Arab dan kehairanan mereka terhadap diri mereka sendiri.
Para cendekiawan Yahudi
memperdagangkan segala sesuatu, dimulai dari emas sampai Taurat.
Mereka menyembunyikan kertas-kertas darinya dan menampakkan
sebahagiannya; mereka mengubah kertas-kertas Taurat itu untuk
memperkaya diri mereka. Pada saat orang-orang Yahudi menyembah emas
dan sangat lihai melakukan persekongkolan, orang- orang Arab justru
menyembah batu dan mereka pandai berperang. Mereka juga lihai dalam
membuat syair lalu menggantungkannya di atas tirai-tirai Ka'bah.
Orang-orang Arab hidup di bawah naungan sistem kesukuan di mana
kepala suku adalah pemimpin dan nilainya sebanding dengan anak
buahnya, dan kemampuan mereka dalam berperang. Dan keutamaan
seseorang di lihat dari asal muasalnya serta nilainya juga di lihat
dari kefanatikannya serta kebanggaannya kepada nasab yang merupakan
kemuliaannya, juga kefanatikannya terhadap berhala tertentu yang
merupakan agamanya. Jadi, segala bentuk kemuliaan dan kewibawaan
tidak terbentuk kecuali dalam ruang lingkup yang sempit dalam kabilah
atau kesukuan.
Sedangkan
di tempat yang jauh dari Mekah, Romawi menyerupai burung rajawali
yang lemah, namun belum sampai kehilangan kekuatannya. Orang-orang
Romawi sangat menyanjung kekuatan. Sedangkan di belahan timur dari
utara negeri Arab, orang-orang Persia menyembah api dan air. Api
tetap menyala di tempat peribadatan mereka di mana manusia rukuk
untuknya. Dan di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci oleh
mereka.
Sementara itu, Kisra, raja kaum
Persia duduk di atas singgahsananya dan memberikan keputusan terhadap
manusia. Keputusan Kisra selalu didengar dan dilaksanakan. Tidak ada
seorang pun yang berani menentangnya dan menolaknya. Orang-orang
Persia berhasil mengalahkan Romawi dan Yunani, sehingga mereka
menjadi kekuatan yang dahsyat di muka bumi. Meskipun mereka memiliki
kekuatan yang sangat luar biasa, namun penyembahan api jelas-jelas
menunjukkan betapa bodohnya mereka dan betapa kekuatan mereka
diliputi oleh kebodohan sehingga akal mereka tercabut dan mereka
terhalangi untuk mencapai kebenaran. Alhasil, kegelapan semakin
meningkat di setiap penjuru bumi dan kehidupan berubah menjadi hutan
yang lebat di mana di dalamnya seorang yang kuat akan menyingkirkan
seorang yang lemah dan di dalamnya yang menang adalah kebatilan.
Di
tengah-tengah suasana yang demikian kelam, lahirlah seorang anak di
tenda Mekah. Ketika anak tersebut lahir, maka padamlah api yang
disembah oleh kaum Persia dan keringlah danau Sawah yang disucikan
oleh manusia, bahkan robohlah empat belas loteng dari istana Kisra.
Dan
syaitan merasa bahawa penderitaan yang besar telah merobek-robek
hatinya. Ini semua sebagai simbol dimulainya kehancuran kejahatan
atau keburukan di muka bumi dan terbebasnya akal manusia dari
penyembahan terhadap sesama manusia atau terhadap hal-hal yang
bersifat khurafat. Manusia diajak hanya untuk menyembah kepada Allah
SWT. Kelahiran Rasul sebagai bukti hilangnya kelaliman, sebagaimana
kelahiran Nabi Musa yang menunjukkan kebebasan Bani Israil dari
kelaliman Fir'aun.
Ajaran Muhammad bin Abdillah
merupakan ajaran revolusi yang paling meyakinkan dan yang paling
penting yang pernah dikenal di dunia; ajaran yang bertugas untuk
menyelamatkan dan membebaskan akal dan materi. tentera Al-Quran
adalah tentera yang paling adil dan paling berani untuk menghancurkan
orang-orang yang lalim. Kita akan melihat dalam sejarah Nabi bahawa
kejadian-kejadian luar biasa telah mengelilingi Ka'bah sebelum
kelahirannya. Kemudian terjadilah peristiwa luar biasa setelah
kelahirannya di mana terjadilah peristiwa pembelahan dada pada saat
beliau masih kecil, begitu juga beliau dinaungi oleh awan di waktu
kecil, bahkan beliau terkenal pada saat masih kecil dengan
kecenderungan untuk meninggalkan permainan-permainan yang biasa
dimainkan oleh anak-anak kecil seusia beliau. Allah SWT memberikan
penjagaan khusus kepadanya sehingga Jibril as turun kepadanya dengan
membawa wahyu.
Selanjutnya, mukjizatnya yang
pertama adalah mukjizat yang terdapat pada keperibadiannya dan
pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi mukjizatnya yang terbesar
setelah Al-Quran; itu adalah bangunan rohani yang tinggi di mana
beliau mampu menahan penderitaan di jalan Allah SWT. Dan dalam
menegakkan kebenaran, beliau memikul berbagai macam rintangan. Beliau
melaksanakan amanat yang dikembangnya secara sempurna dan sebaik-baik
mungkin. Hal yang indah yang dikatakan tentang mukjizat Nabi setelah
diutusnya beliau adalah bahawa beliau tidak mempunyai mukjizat selain
usaha membebaskan akal: tanpa memiliki kekuatan luar biasa selain
membebaskan fikiran, tanpa dalil selain kalimat Allah SWT.
Sedangkan Isa bin Maryam telah
berdakwah dan mengajak manusia untuk menciptakan kesamaan,
persaudaraan, dan cinta kasih di antara mereka, namun Muhammad saw
diberi kurnia untuk mewujudkan persamaan, persaudaraan, dan cinta
kasih di antara orang-orang mukmin di tengah- tengah kehidupannya dan
setelah kehidupannya.
Ketika Nabi Isa mampu
menghidupkan orang-orang yang mati dan mengeluarkan mereka dari
kuburan, Muhammad bin Abdillah menghidupkan orang-orang hidup dari
kematian mereka yang tidak pernah mereka sedari. Itu adalah bentuk
kematian yang paling berat. Beliau juga mengeluarkan mereka dari
kegelapan dan kebodohan menuju cahaya ilmu, dan dari belenggu syirik
dan kekufuran menuju dunia tauhid.
Sulaiman sebagai seorang Nabi dan
raja mampu memperkerjakan jin untuk mengabdi padanya, bahkan mereka
mampu terbang beribu-ribu mil untuk menghadirkan singgasana
musuh-musuhnya agar mereka semua tercengang terhadap kemampuannya,
sehingga mereka masuk Islam. Namun Muhammad saw justru mengabdi
kepada Islam hanya sebagai seorang tentera yang sederhana. Beliau
mengetahui bahawa ketika beliau lalai sesaat saja dari dakwah di
jalan Allah SWT, maka kesempatannya dalam menyebarkan agama Islam
akan hilang.
Di saat terjadi peristiwa besar
dalam peperangan, tiba-tiba azan solat dikumandangkan, sehingga para
pasukan yang berperang mengerjakan solat. Tidak ada malaikat yang
turun untuk melindungi mereka ketika solat atau mencegah datangnya
anak-anak panah dari punggung mereka saat sujud. kerana itu,
hendaklah para pasukan melindungi dirinya sendiri. Para pasukan
mukmin berusaha solat secara bergantian: sebahagian mereka solat dan
sebahagian mereka bertugas untuk menjaga.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila kamu berada
di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan solat
bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri
(solat) bersertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka
sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah
dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang
golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah
mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang
senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu
dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus."(QS.
an-Nisa': 102)
Selesailah
masalah itu dan tidak ada malaikat yang turun untuk melindunginya dan
menolongnya. Ini
adalah masa kematangan akal dan masa keletihan para nabi dan
orang-orang mukmin. Dan sesuai kadar keletihan mereka dalam
menyampaikan ajaran Islam, mereka pun akan mendapatkan balasan yang
besar.
Pada masa para nabi sebelum Nabi
Muhammad saw, mereka menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada kaum
mereka saat memulai dakwah, sehingga kaum tersebut mempercayai apa
saja yang mereka bawa, sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tidak
menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya dan ketulusannya.
Allah SWT telah memutuskan untuk
melindungi Musa dan memerintahkannya untuk mengangkat gunung di atas
kaumnya hingga mereka beriman kepada Taurat, atau untuk menjatuhkan
gunung tersebut di atas mereka. Ketika mengetahui hal yang Demikian
itu, orang-orang Yahudi sujud dengan meletakkan pipi mereka di atas
tanah dan mereka mengamati bukit batu yang berada di atas kepala
mereka yang diangkat oleh tangan yang tersembunyi. Sedangkan Nabi
Muhammad bin Abdillah tak pernah memaksa seseorang pun. Berimanlah
beberapa orang kepadanya dan puaslah beberapa orang kepadanya dan
matilah bersamanya orang-orang yang mati dalam keadaan puas. Beliau
tidak membawa pedang kecuali saat panah yang beracun mendekati
jantung Islam dan mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut
terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini kerana masa kekanak-kanakan
manusia serta kelemahan akal dan hilangnya panca indera menuntut
rahmat Allah SWT untuk mendatangkan mukjizat yang sesuai dengan masa
turunnya mukjizat tersebut dan budaya masyarakat setempat. Adalah hal
yang maklum bahawa di tengah-tengah penduduk Mekah saat itu tidak
terdapat orang-orang yang cerdas atau orang-orang yang bijak yang
mampu menyerap kata-kata yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh
Islam adalah bahawa ia tidak diturunkan pada masa ini saja, tetapi
Islam diturunkan untuk setiap masa. Allah SWT mengetahui bahawa
manusia telah memasuki masa kematangan berfikir yang mengagumkan,
maka hikmah-Nya menuntut bahawa pernyataan yang pertama kali
disebutkan dalam risalah-Nya adalah "iqra'" (bacalah). Di
samping itu, risalah tersebut mengandung pemikiran yang universal,
sistem yang membangun, dan hukum yang mempesona, serta kebebasan yang
diidamkan, dan manusia yang sempurna.
Adalah tidak mengurangi
kehormatan para nabi sebelum Nabi Muhammad saw di mana mereka tidak
diutus di masa-masa kematangan pemikiran, tetapi yang menambah
kehormatan Nabi Muhammad saw bahawa beliau diutus di tengah-tengah
masa kematangan berfikir, dan beliau diutus sebelum datangnya masa
ini. Beliau memikul berbagai lipat cubaan yang pernah dipikul oleh
para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung berbagai lipat godaan
dan cubaan; beliau mengalami seksaan yang pernah dialami oleh semua
para nabi; beliau mencintai Allah SWT sebagaimana para nabi
mencintai-Nya. Allah SWT memuliakannya ketika beliau mengimami mereka
di saat solat pada saat beliau melakukan Isra' dan Mi'raj. Meskipun
demikian, ketika beliau keluar pada suatu hari menemui
sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka mengutamakan para nabi dan
mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru menampakkan kemarahan
dan wajahnya berubah. Beliau berkata: "Janganlah kalian
mengutamakan aku atas Yunus bin Mata."
Melalui pernyataan itu, beliau
berusaha meletakkan suatu pondasi pemikiran yang harus dilalui oleh
kaum Muslim di mana para nabi memang memiliki darjat tertentu di sisi
Allah SWT. Boleh jadi ada nabi yang lebih afdal atau yang lebih mulia
daripada yang lain. Siapakah yang menetapkan hal itu? Tidak ada
seorang pun selain Allah SWT. Ada pun kaum Muslim hendaklah mereka
berhenti pada batas tertentu yang seharusnya mereka berikan berkaitan
dengan sopan santun terhadap para nabi. Selama Allah SWT menyampaikan
selawat kepada rasul sebagai bentuk penghormatan dan memerintahkan
mereka untuk menyampaikan selawat kepadanya, dan selama Rasulullah
seperti nabi-nabi yang lain, maka hendaklah mereka juga berselawat
kepada semua nabi tanpa perbezaan, meskipun pada bentuk selawat itu
sendiri.
Sementara
itu, bayi yang mungil itu yang lahir di Mekah bergerak setelah tahun
gajah. Kemudian berita tersebar di sana sini dan Sampailah ke telinga
datuknya bahawa cucunya telah dilahirkan. Abdul Muthalib segera
menuju ke tempat itu dan membawa cucunya yang yatim lalu berkeliling
dengannya di Ka'bah sambil memikirkan namanya. Abdul
Muthalib tidak merasa terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di
benaknya. Ia tampak bingung menentukan nama yang paling tepat buat
cucunya, bahkan kebingungannya itu berlanjutan sampai enam hari,
sehingga sang Nabi di sunat. Ketika malam telah menyelimuti kawasan
Mekah, datanglah kepadanya suara yang sama yang dulu pernah
dilihatnya dan didengarnya yang memerintahkannya untuk menggali
zamzam. Di tengah-tengah tidurnya, suara itu membisikkan kepadanya
bahawa nama cucunya berasal dari al-Ham, yang berarti Muhammad atau
Ahmad.
Orang-orang Quraisy bertanya
kepada Abdul Muthalib: "Nama apa yang engkau berikan kepada
cucumu?" Abdul Muthalib menjawab sambil mengingat bisikan suara
yang didengarnya saat mimpi, "Muhammad." Nama tersebut
sebenamya tidak umum di kalangan orang-orang Jahilliyah. Mereka
bertanya, "Mengapa Abdul Muthalib tidak memakai nama-nama
datuk-datuknya dan nama-nama yang biasa dipakai di kalangan mereka."
Abdul Muthalib menjawab: "Aku ingin Allah SWT memujinya di
langit dan manusia memujinya di bumi."
Kami tidak mengetahui dorongan
apa yang membuat Abdul Muthalib untuk menyatakan kalimat tersebut.
Apakah kalimat itu bersumber dari realiti kebanggaan orang-orang Arab
yang popular atau berasal dari realiti kebanggaan tradisional? Atau,
apakah berangkat dari realiti kegembiraan yang dalam dengan kelahiran
si cucu, ataukah kalimat itu bersumber dari suasana rohani yang
jernih dan bisikan alam ghaib? Tentu kami tidak bisa menjawab. Yang
dapat kami ketahui adalah bahawa seseorang tidak akan layak
menyandang predikat manusia yang dipuji di bumi dan dipuji oleh Allah
SWT di langit seperti predikat yang disandang oleh Muhammad bin
Abdillah.
Nabi Muhammad saw muncul ke alam
wujud dalam keadaan yatim. Beliau ditinggalkan oleh ayahnya saat
beliau masih janin di dalam perut ibunya. Allah SWT berfirman:
"Bukankah Dia mendapatimu
sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?" (QS. adh-Dhuha:
6)
Allah SWT melindunginya.
Orang-orang sufi mengatakan bahawa sebab- sebab kemanusiaan seperti
adanya datuknya Abdul Muthalib dan bagaimana ia mengasuhnya dan
melindunginya tidak lain hanya bentuk lahiriah yang tidak begitu
penting, sedangkan bentuk batiniah yang sebenarnya adalah kita berada
di hadapan manusia yang dilindungi dan diasuh oleh Tuhannya sejak
masih kecil. Allah SWT mendidiknya saat beliau masih kecil, dan
mengujinya dengan keyatiman saat beliau masih janin serta mengujinya
dengan kelaparan sejak masih kecil, dan dewasa dengan kematian si
ibu, saat beliau masih kecil dengan keterasingan di tengah-tengah
keramaian, dan dengan terjaga di tengah-tengah tidur serta dengan
penderitaan demi penderitaan. Allah SWT telah menyiapkannya sejak
usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.
Selanjutnya, ibunya seringkali
memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia melihat bahawa banyak dari
wanita-wanita yang menyusui tidak berkenan untuk mengasuhnya. Adalah
sudah menjadi tradisi yang berkembang di Mekah di mana
keluarga-keluarga yang mulia mengirim anaknya ke kawasan dusun agar
anak tersebut menyerap dan menghirup udara segar serta memperoleh
mainan yang memadai. Dan biasanya wanita-wanita yang menyusui
anak-anak lebih tertarik menyusui anak- anak dari orang-orang kaya.
Namun ketika pemimpin manusia seorang yang fakir, maka wanita-wanita
yang biasa menyusui tidak berminat kepadanya.
Marilah
kita telusuri bagaimana Halimah binti Abi Duaib menceritakan kisahnya
bersama anak kecil yang disusuinya: "Saat itu terjadi musim
tandus dan kami tidak memiliki sesuatu sehingga aku dan suamiku
mengalami kemiskinan yang luar biasa. Lalu
kami menetapkan keluar ke Mekah dan menemani wanita-wanita dari Bani
Sa'ad. Kami semua mencari anak-anak yang masih menyusu agar orang tua
mereka dapat membantu kami untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Binatang yang aku tunggangi
sangat lemah dan sangat kurus yang itu semua disebabkan oleh
kekurangan makanan. Bahkan kami khawatir kalau-kalau ia berhenti di
tengah perjalanan dan mati. Dan kami tidak tidur semalaman kerana
melihat kondisi anak kecil yang bersama kami. Ia menangis kerana
tidak menemukan makanan yang dapat dimakannya. Ia menangis kerana
kelaparan dan tidak mendapat air susu, baik dari air susuku mahupun
air susu unta yang dibawa oleh suamiku, sehingga kami tidak dapat
memuaskan dahaganya. Di tengah-tengah malam, aku merasakan
keputusasaan. Aku bertanya-tanya bagaimana aku dapat melakukan
sesuatu dalam keadaan yang demikian.
Akhirnya, kami sampai di Mekah.
Sementara itu, wanita-wanita yang ingin mencari anak-anak yang dapat
mereka susui telah mendahului kami. Mereka mengambil anak-anak kecil
yang mereka sukai, kecuali satu anak, yaitu Muhammad di mana ayahnya
telah meninggal dan ia berasal dari keluarga yang miskin meskipun
sebenarnya kedudukannya sangat mulia di antara tokoh-tokoh Quraisy.
Oleh kerana itu, wanita-wanita enggan untuk mengasuhnya. Namun aku
dan suamiku tidak sefaham dengan mereka kerana aku tidak peduli
dengan keyatiman dan kefakirannya. Kemudian aku malu untuk kembali
dan tidak mengambil bayi yang dapat aku susui kemudian. Di samping
itu, aku malu jika mendapat cercaan dari wanita-wanita itu. Lalu aku
merasakan adanya kasih sayang yang memenuhi hatiku terhadap anak
kecil yang tampan itu yang akan diganggu oleh udara yang kotor."
Kisah tersebut mengatakan bahawa
saat anak-anak kecil mendapatkan wanita-wanita yang menyusuinya, maka
Muhammad bin Abdillah sedang tidur dalam keadaan lapar di ranjangnya
yang kasar, tanpa disusui oleh siapa pun. Suatu hikmah yang tinggi
berkehendak agar bayi yang masih menyusui itu menghadapi dunia dalam
keadaan yatim dan dalam keadaan kelaparan agar ia dapat merasakan
penderitaan anak-anak yatim dan orang-orang yang lapar sebelum ia
menyelamatkan mereka.
Halimah mengatakan bahawa ia
meyakinkan suaminya bahawa ia merasakan keinginan yang kuat untuk
mengambil anak yatim ini, sehingga suaminya menyetujuinya. Halimah
tidak mengetahui rahsia keinginannya yang samar agar ia kembali untuk
mengambil anak yatim yang masih menyusu ini. Ia tidak mengetahui
bahawa Allah SWT telah menanamkan rasa cinta kepada anak kecil itu
dalam hatinya seperti Allah SWT menanamkan cinta kepada Musa pada
hati isteri Fir'aun. Jika Musa menolak wanita-wanita lain untuk
menyusuinya kecuali ibunya setelah Allah SWT mencegahnya dari susuan
wanita-wanita lain agar ibunya merasa bahagia dan tidak bersedih,
maka Muhammad bin Abdillah - seorang anak kecil yang masih menyusu
dan mulia - -justru ditolak oleh wanita-wanita yang menyusui,
sedangkan ia sendiri tidak pernah menolak seseorang pun.
Halimah kembali kepadanya dan ia
memberitahu bahawa ia akan mengasuhnya. Nabi Muhammad saw adalah
seorang yang mulia. Halimah meletakkan tangannya di dadanya, sehingga
anak kecil itu tertawa. Halimah mencium di antara kedua matanya. la
meletakkannya di kamarnya. Halimah mengetahui bahawa kedua air
susunya telah kering, namun tiba-tiba air susunya memancar dengan
keras sebagai bentuk kasih sayang dan tanda kebesaran dari Allah SWT.
Kini Halimah pun dapat menyusuinya. Apakah itu merupakan hikmah yang
tinggi di mana anak kecil tersebut merasa cukup dengan sesuatu yang
sedikit? Ataukah anak kecil itu sudah dapat mendidik dirinya untuk
zuhud dan qanaah sebelum ia mendidik orang-orang dewasa tentang
pengorbanan dan kesatriaan?
Halimah kembali ke gurun Bani
Sa'ad dan ia membawa Muhammad bin Abdillah. Belum lama ia menyaksikan
tanahnya yang tandus sehingga tiba-tiba kebaikan dunia terbuka dan
mekar di hadapannya, di mana bumi dipenuhi dengan kehijau-hijauan
setelah mengalami masa tandus. Pohon-pohon berbuah dan buah kurma
tampak berseri-seri setelah sebelumnya layu, bahkan susu-susu
binatang pun mulai tampak banyak. Allah SWT memberikan berkah-Nya
kepada tempat tersebut. Halimah mengetahui bahawa kebaikan ini telah
datang bersama kedatangan anak kecil yang diberkahi, sehingga
cintanya kepada anak itu semakin bertambah. Bahkan suaminya pun
menjadi tawanan cinta yang lain kepada Muhammad saw.
Pada suatu hari ia berkata kepada
isterinya: "Apakah engkau mengetahui wahai Halimah bahawa engkau
telah mengambil seorang anak yang mulia?" Halimah berkata: "Anak
kecil itu tidak menangis dan tidak berteriak kecuali ketika ia
telanjang." Ketika anak kecil itu gelisah di tengah malam dan
tidak tidur, maka Halimah membawanya keluar dari khemah dan ia
berhenti bersamanya di bawah sinar bintang. Saat itu anak itu tampak
bergembira ketika menyaksikan langit. Setelah kedua matanya
terpuaskan oleh pandangan ke arah langit, ia pun mulai tidur.
Ketika
anak itu mencapai tahun yang kedua, maka ia telah disapih, sehingga
ibunya ingin mengambilnya, tetapi Halimah tidak kuat untuk menahan
perpisahan ini. Halimah menjatuhkan dirinya di hadapan kedua kaki
sang ibu dan ia mulai menciuminya dan ia meminta agar membiarkannya
bersama anaknya sehingga anak itu benar-benar kuat dan dapat kembali
menghirup udara segar gurun. Akhirnya, Rasulullah saw tinggal di
tempat Bani Sa'ad sampai lima tahun. Dan
pada masa lima tahun ini terjadi peristiwa penting yang terkenal
dengan peristiwa pembelahan dada. Kehendak Ilahi telah menetapkan
kepada Ruhul Amin, yaitu Jibril untuk menemui Muhammad bin Abdillah
dan membelah dadanya dengan perintah Ilahi serta menyuci hatinya
dengan rahmat dan mengeringkannya dengan cahaya dan mengeluarkan
bahagian dunia darinya.
Seperti biasanya Rasulullah saw
keluar pada suatu hari bersama saudara susuannya dengan menunggangi
sekawanan domba menuju tempat penggembalaan. Di tengah hari,
saudaranya berlari-lari dalam keadaan takut dan menangis sambil
berteriak bahawa Muhammad telah terbunuh. Muhammad diambil oleh dua
orang laki-laki yang memakai baju yang putih lalu kedua orang itu
menelentangkannya dan membelah dadanya.
Mendengar hal itu, Halimah sangat
kejut dan terpukul. Ia segera pergi sambil berlari mencari Muhammad
dan diikuti oleh suaminya yang mengikuti petunjuk anak kecil dari
saudara Muhammad. Akhirnya, mereka menemukan Muhammad sedang duduk di
atas tanah di mana wajahnya tampak pucat dan kedua matanya menyala.
Halimah
dan suaminya mencium dengan lembut dan mulai menampakkan kasih
sayangnya. Kemudian mereka bertanya, "apa yang terjadi?"
Muhammad menjawab: "Ketika aku memperhatikan domba-domba yang
sedang bermain aku dikejutkan dengan kedatangan dua orang yang
memakai pakaian yang putih. Mula-mula aku menyangka bahawa mereka
adalah burung yang besar, namun ternyata aku salah. Mereka adalah dua
orang yang tidak aku kenal yang memakai pakaian warna putih. Salah
seorang dari mereka berkata kepada temannya dengan menunjuk ke
arahku, "Apakah ini anaknya?" Yang
lain menjawab, "benar." Aku merasakan ketakutan yang luar
biasa. Lalu mereka mengambilku dan menidurkan aku serta membelah
dadaku dan mereka mengambil sesuatu darinya hingga mereka
mendapatinya dan membuangnya jauh-jauh. Setelah itu, mereka
bersembunyi laksana bayangan."
Hadis
tersebut diriwayatkan oleh Anas dan juga diriwayatkan oleh Muslim dan
Ahmad. Para mufasir berbeza pendapat tentang simbolisme yang dalam
ini. Sebahagian besar ulama menakwilkan peristiwa tersebut.
Pakar-pakar klasik, seperti Qurthubi berpendapat bahawa peristiwa itu
diisyaratkan oleh firman-Nya: "Bukankah
Kami telah melapangkan untukmu dadamu?. " (QS. Alam Nasyrah: 1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar