Keadaan semakin buruk di mana
orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian mereka dengan kaum Muslim
dan mereka bergabung dengan al-Ahzab. Demikianlah Bani Quraizhah
membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa terhadap pengkhianatan bani
Nadhir dan pembalasan Nabi saw terhadap mereka. Setiap hari keadaan
semakin buruk.
Kaum Muslim benar-benar mengalami
ujian yang berat di mana fikiran mereka benar-benar kacau. Ketika
keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya kepada Rasul saw,
"apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw memberitahu
agar mereka mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan
tolonglah kami untuk mengatasi mereka."
Doa tersebut keluar dari
mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan kewajipan mereka dan telah
membuat mukjizat mereka dalam menghalau serangan. Jadi, mereka tidak
memiliki apa-apa selain doa dan Allah SWT lah Yang Maha Mendengar
permintaan hamba-Nya dan Dia yang mengabulkannya. Dia mengetahui
orang yang melaksanakan kewajipannya dan akan mengabulkan orang yang
berdoa.
Akhirnya,
kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah SWT. Kemudian
perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa difahami.
Para penyerang menyedari bahawa mereka sebenarnya telah kalah di mana
mereka telah menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut
tidak memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan berbagai
upaya namun tanpa memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi
mereka akan tetap begini selama tiga tahun.
Kemudian datanglah suatu malam di
mana kaum Muslim belum pernah melihat malam segelap itu dan angin
sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin sampai-sampai suaranya
laksana halilintar. Bahkan saking gelapnya malam itu sehingga tak
seorang pun di antara umat Islam yang mampu melihat jari-jari
tangannya atau berdiri dari tempatnya kerana saking dinginnya cuaca.
Kemudian Nabi saw datang menemui Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak
mampu melihatnya meskipun beliau berdiri di sebelahnya. Nabi saw
bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah
Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah."
Hudaifah tetap tinggal di tempatnya kerana ia khawatir jika ia
berdiri ia akan tidak mampu kerana saking dinginnya dan akan menabrak
Rasul saw. Rasul saw berkata kepada Hudaifah, "Aku kehilangan
berita penting tentang keadaan kaum yang menyerang kita."
Hudaifah
sebagai mata-mata dari pasukan Islam merasakan ketakutan di mana ia
tidak mampu menahan cuaca yang begitu dingin, lalu bagaimana ia dapat
berdiri dan keluar dari Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan
menyusup di tengah barisan mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan
membawa berita tentang mereka. Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika
Nabi saw selesai dari pembicaraannya. Nabi saw memberikan doa
kebaikan kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan keimanannya
mengalahkan kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari
Madinah dan menyusup di tengah-tengah pasukan musuh. Nabi
saw memerintahkannya untuk tidak melakukan tindakan apa pun selain
mendapatkan berita dan kembali. Inilah tugas utamanya. Hudaifah
sampai di tengah-tengah musuh. Mereka berusaha menyalakan api namun
angin segera mematikannya sebelum menyala dan di dekat api itu
terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil menghulurkan tangannya ke
arah api dengan maksud untuk menghangatkannya. Lelaki itu adalah
pemimpin kaum musyrik yaitu Abu Sofyan.
Melihat itu, Hudaifah segera
memasang anak panah pada busur yang dibawanya dan ia ingin
memanahnya. Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum Muslim
dapat merasa tenang dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw
kepadanya agar ia tidak melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia
kembali meletakkan anak panahnya dan menyembunyikannya.
Abu Sofyan berkata: "Wahai
orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak menguntungkan bagi kalian,
maka pergilah kalian kerana aku pun akan pergi." Abu Sofyan
melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan memukulnya sehingga
unta itu bangkit.
Hudaifah kembali menemui
Rasulullah saw dengan membawa berita mundurnya pasukan Ahzab dan
gagalnya serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa penarikan mundur
pasukan musuh, Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita akan
menyerang mereka dan mereka tidak akan menyerang kita." Belum
lama pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan tangan hampa sehingga
beliau keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke kaum Yahudi
Bani Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati perjanjian
mereka bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting.
Oleh kerana itu, mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka
sekarang.
Nabi saw memerintahkan agar para
sahabat tidak melaksanakan solat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.
Kaum Muslim memahami bahawa perintah tersebut bererti mereka akan
menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan
kekalahan pahit lalu mereka datang kepada Sa'ad bin Mu'ad agar ia
memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah pemimpin kaum Aus dan kaum
Aus adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di masa jahiliah. Kaum
Yahudi mengharap bahawa mereka dapat memanfaatkan hubungan yang
terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan bahawa tokoh
mereka akan memberikan keringanan terhadap sekutu-sekutu mereka.
Sa'ad ketika itu terluka dan ia sedang dirawat di khemahnya kerana
terkena panah kauni Ahzab. Sebahagian kaumnya membujuknya agar ia
bersikap baik terhadap orang- orang Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan
orang-orang
Yahudi membujuknya agar ia
bersikap lembut terhadap mereka. Kemudian Sa'ad mengatakan
penyataannya yang terkenal: "Telah tiba waktunya bagi Sa'ad
untuk memutuskan hukum sesuai dengan kehendak Allah tanpa peduli
dengan celaan para pencela." Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki
dibunuh dan keturunannya ditawan serta harta-harta mereka
dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau
berkata kepadanya: "Sungguh engkau telah memutuskan kepada
mereka dengan keputusan Allah SWT dari tujuh langit."
Sa'ad mengetahui bahawa
perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga berbagai pertimbangan
lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa depan Islam
berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah penyebab
berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan berbagai tipu
daya mereka berusaha untuk memblokade Islam dan menghancurkannya.
Oleh kerana itu, kini telah tiba saatnya untuk mencabut pohon-pohon
beracun dari akarnya tanpa memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah kaum Yahudi
dibersihkan dari Madinah. Nabi saw kembali melanjutkan pergelutannya.
Puncak dari perjuangan politiknya adalah perjanjian yang beliau
lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw berjalan untuk
melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau keluar
bersama seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah
ke Baitul Haram guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai di
Hudaibiyah pinggiran kota Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi
duduk dan ia tidak mahu melangkah menuju Mekah. Melihat itu para
sahabat berkata: "Oh unta itu malas." Nabi saw berkata:
"Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan laju
gajah menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy membuat suatu
rencana dan mereka meminta agar aku menyambung tali silaturahmi
nescaya aku akan menyetujuinya."
Nabi saw memerintahkan para
sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim beristirahat di
sana dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu pagi.
Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram. Mekah telah menetapkan
agar tak seorang pun dari kaum Muslim dapat memasukinya. Semua kaum
Quraisy telah keluar untuk memerangi kaum Muslim. Mereka mengutus
utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau memberitahu mereka bahawa
beliau tidak datang untuk berperang namun beliau ingin melakukan
umrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada Allah SWT dan
mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk
melakukan perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan
agar jangan sampai kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini
kecuali setelah mereka kembali pada tahun depan.
Datanglah juru runding kaum
Quraisy lalu Rasul saw menyambutnya dan mendengarkan ia menyampaikan
syarat-syarat perjanjian yang intinya pelaksanaan perdamaian dan
penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw menyetujui semua
syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahawa perjanjian tersebut
tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap sebagai titik
kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah
kebingungan kaum Muslim adalah bahawa Rasul saw tidak melibatkan
seseorang pun dari kalangan sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal
ini. Tidak biasanya beliau bersikap demikian. Para sahabat
menyaksikan beliau pergi menemui kaum musyrik dan bersikap sangat
lembut kepada mereka, dan beliau tidak kembali kecuali membawa berita
persetujuan dengan perjanjian yang ditandatangani orang-orang
musyrik, dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di atasnya.
Para
sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya
kepada beliau, "bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah
kita kaum Muslim? Bukankah musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi
saw hanya mengiyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar bin Khatab
kembali bertanya: "Mengapa kita harus menerima penghinaan dalam
agama kita?" Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita
saat ini, "mengapa kita harus mundur kalau kita berada di atas
kebenaran? Mengapa kita menerima syarat-syarat perjanjian yang justru
menguntungkan kaum musyrik? Apakah kita takut terhadap mereka?"
Mendengar berbagai protes yang
disampaikan para sahabatnya, Rasul saw justru menyampaikan jawapan
yang unik bagi mereka di mana beliau berkata: "Aku adalah hamba
Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin menentang perintah-Nya
dan Dia tidak mungkin akan menyia- nyiakan aku." Makna dari
kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku lakukan
tanpa perlu memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan hari menetapkan bahawa
perjanjian yang menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah sahabat
itu justru membawa kemenangan politik paling gemilang yang pernah
dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut diperoleh sebagai hasil
dari kebijaksanaan sang Nabi saw yang mengalahkan kelihaian politik
kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah memfokuskan semua kelihaian-nya agar
kaum Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki Masjidil Haram
pada tahun ini, namun hikmah Nabi saw justru mampu mencapai
pengelihatan yang tidak dapat dijangkau oleh kaum itu yang berkenaan
dengan masa depan. Jika saat ini perjanjian tersebut tampak membawa
kekalahan bagi kaum Muslim, maka setelah berlangsung beberapa bulan
ia justru mendatangkan kemenangan yang spektakuler.
Suhail bin Amr adalah wakil dari
delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib adalah juru tulis dalam
perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw berkata kepada
Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang." Utusan Quraisy berkata, aku tidak mengenal ini. Tapi
tulislah dengan nama-Mu, ya Allah. Rasulullah saw berkata kepada Ali:
"Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap keras kepala utusan
Quraisy itu tidak bererti sama sekali kerana tidak ada perbezaan yang
mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi saw berkata kepada Ali: "Ini
adalah perundingan antara Muhammad saw utusan Allah dan Suhail bin
Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr
berkata: "Seandainya aku bersaksi bahawa engkau adalah utusan
Allah nescaya aku tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan
nama ayahmu." Nabi berkata kepada Ali tulislah: "Inilah
kesepakatan antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr."
Tampaknya itu adalah kemunduran
yang kedua dan dengan pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum
Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan suatu tujuan yang penting
yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu. Alhasil, semuanya terjadi
dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali menulis bahawa Muhammad bin
Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk menghentikan
peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah masing-masing
mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun jika
terdapat di antara orang-orang Quraisy seseorang yang masuk Islam
lalu ia datang kepada Muhammad saw tanpa izin walinya hendaklah kaum
Muslim mengembalikannya kepada kaum Quraisy. Sebaliknya, jika ada
orang yang murtad dari sahabat Muhammad saw, maka tidak ada keharusan
bagi orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat tersebut sangat
menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahawa orang-orang Quraisy memaksakan
kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang tidak adil itu. Ali
melanjutkan tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari Mekah pada
tahun ini dan tidak memasukinya dan jika pada tahun depan orang-orang
Quraisy keluar darinya, maka beliau dapat memasukinya untuk
melaksanakan umrah selama tiga hari dan setelah itu beliau harus
meninggalkannya. Pensyaratan tersebut sangat merugikan kaum Muslim
dan terkesan membingungkan.
Di tengah-tengah perjanjian
tersebut terjadi suatu peristiwa yang menambah penderitaan dan
kebingungan Muslimin di mana anak dari juru runding Quraisy meminta
perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam dan ingin bergabung
dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera bangkit
menyusulnya bahkan memukulnya dan mengembalikannya kepada kaumnya.
Orang Mukalaf itu segera berteriak dan meminta pertolongan kepada
kaum Muslim agar mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy
sehingga mereka tidak mengubah
agamanya. Rasulullah saw
berbicara kepadanya dan meminta kepadanya untuk bersabar dan tegar
dalam menanggung penderitaan kerana Allah SWT akan menjadikannya dan
orang-orang yang sepertinya suatu jalan keluar dan kelapangan.
Nabi memahamkannya bahawa beliau
telah mengadakan suatu perjanjian dengan kaum Quraisy dan bahawa kaum
Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu
dikembalikan ke Mekah dalam keadaan terseksa. Kemudian Selesailah
penandatanganan perjanjian antara pihak kaum Muslim dan pihak kaum
musyrik. Setelah penandatanganan perjanjian itu, Rasulullah saw
memerintahkan para sahabatnya agar mereka memotong haiwan korban dan
mencukur rambut mereka (tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke
Madinah. Namun tak seorang pun bangkit menyambut perintah tersebut,
lalu beliau mengulangi perintahnya ketiga kali. Di tengah-tengah kaum
Muslim yang tampak membisu kerana ketegangan dan kesedihan, beliau
menyembelih unta dan memanggil tukang cukurnya untuk mencukur
rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan seorang pun. Ketika para
sahabat mengetahui bahawa Nabi saw tampak marah dan telah mendahului
mereka dengan tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit untuk
menyembelih korban dan memotong rambut mereka.
Perjalanan hari menunjukkan
bahawa perundingan tersebut tidak seperti yang dibayangkan oleh kaum
Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan bukan kekalahan. Persatuan
kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak mereka menandatangani
perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan kaum kafir
dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam, maka ketika tersebar
berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka padamlah
fitnah-fitnah kaum munafik yang bekerja untuk mereka dan
bercerai-berailah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru
jazirah.
Saat aktiviti kaum Quraisy
terhenti, maka kaum Muslim mengalami peningkatan aktiviti di mana
mereka berhasil menarik orang-orang yang masih memiliki kemampuan
untuk melihat kebenaran. Sejak dua tahun dari masa penandatanganan
perjanjian itu jumlah penganut Islam semakin bertambah lebih dari
jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahawa saat Rasul saw
keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan seribu empat ratus Muslim
namun ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota Mekah beliau
disertai dengan sepuluh ribu Muslim.
Penaklukan kota Mekah terjadi
setelah dua tahun dari perundingan tersebut. Penambahan jumlah kaum
Muslim yang luar biasa ini adalah dikeranakan hikmah sang Nabi saw
dan kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar sebagai pemenang dalam
pergelutan politiknya, dan syarat-syarat yang tadinya merugikan kaum
Muslim kini telah berubah menjadi syarat- syarat yang merugikan kaum
Quraisy. Barang siapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke kaum
Quraisy, maka hendaklah mereka melindunginya kerana Allah SWT telah
memampukan Islam darinya, dan barang siapa yang masuk Islam dari kaum
kafir dan pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah mereka
mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya
sebagai mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari kaum
Quraisy untuk menyatukan kelompok yang bertikai dan ia dapat hidup
laksana duri di tengah-tengah kaum Quraisy.
Belum lama waktu berjalan
sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada Nabi saw dan
mengharap kepada beliau agar melindungi orang Quraisy yang masuk
Islam daripada membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju
kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang
telah mereka diktekan dan Nabi saw pun menerimanya dengan puas.
Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi saw.
Demikianlah Nabi saw terus
menjalani mata rantai pergelutan yang tiada henti-hentinya di mana
kehidupan beliau yang peribadi sekali pun tidak sunyi dari
penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan orang isteri. Perkahwinan
beliau dengan sembilan isteri tersebut merupakan keistimewaan
peribadi yang hanya beliau miliki kerana berhubungan dengan
sebab-sebab dakwah Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para
pengikutnya untuk menikahi empat orang isteri dengan syarat jika yang
bersangkutan mampu menciptakan keadilan di antara mereka, dan ia
menganjurkan untuk hanya puas dengan satu isteri jika seorang Muslim
khawatir tidak dapat berbuat adil.
Kaum orientalis dan musuh-musuh
Islam mencuba untuk menghina Nabi dan memujukkannya, dan salah satu
cela yang mereka manfaatkan adalah perkahwinan beliau dengan sembilan
wanita. Kita mengetahui bahawa pernikahan-pernikahan beliau
terlaksana dengan sebab-sebab politik atau kemanusiaan yang
berhubungan dengan dakwah Islam. Dan yang terkenal dari sejarah Nabi
saw adalah bahawa beliau menikah dengan Sayidah Khadijah saat beliau
berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah berusia empat puluh tahun.
Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi isteri yang lain sampai
Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah
meninggal, Nabi berusia di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi
Khadijah sebelum beliau diutus untuk menyebarkan Islam. Beliau tetap
setia bersama Khadijah sampai ia meninggal dan beliau diangkat
menjadi Nabi. Namun beban kenabian dan beratnya jihad, kasih
sayangnya kepada manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan perintah
Allah SWT semua itu memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang
isteri sampai mencapai sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau
dengan Aisyah yang saat itu masih belia merupakan usaha untuk
menjalin ikatan dengan Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan perkahwinan
beliau dengan Hafshah meskipun ia sedikit kurang cantik merupakan
usaha beliau untuk menjalin ikatan dengan Umar, ayahnya. Beliau juga
menikah dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin pasukannya yang mati
syahid di jalan Allah SWT dan wanita itu merasakan penderitaan
bersama beliau saat hijrah di Habasyah dan hijrah ke Madinah. Ketika
suaminya meninggal dan ia sendirian menghadapi berbagai persoalan
kehidupan, maka Nabi saw segera merangkulnya di rumah kenabian.
Perkahwinan beliau dengan Sawadah sebagai bentuk penghormatan
terhadap keislaman wanita itu dan kemuliaannya dari kaum lelaki serta
kesendiriannya dalam menjalani kehidupan.
Sementara itu, pernikahan beliau
dengan Zainab bin Jahasy merupakan ujian berat bagi beliau di mana
perintah pernikahan itu datang dari Allah SWT untuk mengharamkan
suatu tradisi yang terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi
adopsi. Zainab termasuk kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan
bani Hasyim. Ia merasa bangga dengan nasab yang dimilikinya yang
kerananya ia menolak ketika ditawari untuk menikah dengan Zaid bin
Harisah, seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan
nasabnya telah beliau nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah
mengadopsinya sehingga ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad.
Namun Zainab akhirnya menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT
sehingga ia menikah dengan Zaid:
"Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang
urusan mereka. Dan barang siapa menderhakai Allah dan Rasul-Nya, maka
sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. " (QS.
al-Ahzab: 36)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar