Penyebaran Islam
Sekitar
tahun 613 M, tiga tahun setelah Islam disebarkan secara diam-diam,
Muhammad mulai melakukan penyebaran Islam secara terbuka kepada
masyarakat Mekkah, respon yang ia terima sangat keras dan masif, ini
disebabkan karena ajaran Islam yang dibawa olehnya bertentangan
dengan apa yang sudah menjadi budaya dan pola pikir masyarakat Mekkah
saat itu. Pemimpin Mekkah Abu
Jahal menyatakan
bahwa Muhammad adalah orang gila yang akan merusak tatanan hidup
orang Mekkah, akibat penolakan keras yang datang dari masyarakat
jahiliyyah di Mekkah dan kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin
Quraisy yang menentangnya, Muhammad dan banyak pemeluk Islam awal
disiksa, dianiaya, dihina, disingkirkan, dan dikucilkan dari
pergaulan masyarakat Mekkah.
Walau
mendapat perlakuan tersebut, ia tetap mendapatkan pengikut dalam
jumlah besar, para pengikutnya ini kemudian menyebarkan ajarannya
melalui perdagangan ke negeri Syam, Persia,
dan kawasan jazirah Arab. Setelah itu, banyak orang yang penasaran
dan tertarik kemudian datang ke Mekkah dan Madinah untuk mendengar
langsung dari Muhammad, penampilan dan kepribadiannya yang sudah
terkenal baik memudahkannya untuk mendapat simpati dan dukungan dalam
jumlah yang lebih besar. Hal ini menjadi semakin mudah ketika Umar
bin Khattab dan
sejumlah besar tokoh petinggi suku Quraisy lainnya memutuskan untuk
memeluk ajaran islam, meskipun banyak juga yang menjadi antipati
mengingat saat itu sentimen kesukuan sangat besar di Mekkah dan
Medinah. Tercatat pula Muhammad mendapatkan banyak pengikut dari
negeri Farsi (sekarang Iran),
salah satu yang tercatat adalah Salman
al-Farisi,
seorang ilmuwan asal Persia yang kemudian menjadi sahabat Muhammad.
Penyiksaan
yang dialami hampir seluruh pemeluk Islam selama periode ini
mendorong lahirnya gagasan untuk berhijrah (pindah)
ke Habsyah (sekarangEthiopia). Negus atau
raja Habsyah, memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya
dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di Mekkah. Muhammad
sendiri, pada tahun 622 hijrah
ke Yatsrib, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 km) di sebelah
Utara Mekkah.
Hijrah ke Madinah
Masyarakat
Arab dari berbagai suku setiap tahunnya datang ke Mekkah untuk
beziarah ke Bait Allah atauKa'bah,
mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan
dalam kunjungan tersebut. Muhammad melihat ini sebagai peluang untuk
menyebarluaskan ajaran Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan
ajarannya ialah sekumpulan orang dari Yatsrib.
Mereka menemui Muhammad dan beberapa orang yang telah terlebih dahulu
memeluk Islam dari Mekkah di suatu tempat bernama Aqabah secara
sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam, mereka lalu bersumpah
untuk melindungi para pemeluk Islam dan Muhammad dari kekejaman
penduduk Mekkah.
Tahun
berikutnya, sekumpulan masyarakat Islam dari Yatsrib datang lagi ke
Mekkah, mereka menemui Muhammad di tempat mereka bertemu sebelumnya.
Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu pamannya yang saat itu belum menganut
Islam, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka mengundang
orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah ke Yastrib dikarenakan
situasi di Mekkah yang tidak kondusif bagi keamanan para pemeluk
Islam. Muhammad akhirnya menerima ajakan tersebut dan memutuskan
berhijrah ke Yastrib PADA TAHUN 622 M.
Mengetahui
bahwa banyak pemeluk Islam berniat meninggalkan Mekkah,
masyarakat jahiliyah Mekkah
berusaha mengcegahnya, mereka beranggapan bahwa bila dibiarkan
berhijrah ke Yastrib, Muhammad akan mendapat peluang untuk
mengembangkan agama Islam ke daerah-daerah yang jauh lebih luas.
Setelah selama kurang lebih dua bulan ia dan pemeluk Islam terlibat
dalam peperangan dan serangkaian perjanjian, akhirnya masyarakat
Muslim pindah dari Mekkah ke Yastrib, yang kemudian setelah
kedatangan rombongan dari Makkah pada tahun 622 dikenal sebagai
Madinah atau Madinatun
Nabi (kota
Nabi).
Di Madinah,
pemerintahan (kekhalifahan)
Islam diwujudkan di bawah pimpinan Muhammad. Umat Islam bebas
beribadah (salat)
dan bermasyarakat di Madinah, begitupun kaum
minoritas Kristen dan Yahudi.
Dalam periode setelah hijrah ke Madinah, Muhammad sering mendapat
serangkaian serangan, teror, ancaman pembunuhan dan peperangan yang
ia terima dari penguasa Mekkah, akan tetapi semuanya dapat teratasi
lebih mudah dengan umat Islam yang saat itu telah bersatu di Madinah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar