KISAH NABI
IBRAHIM A.S.
Nabi
Ibrahim adalah putera Aaazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin
Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh a.s. Ia
dilahirkan di sebuah tempat bernama "Faddam A'ram" dalam
kerajaan "Babylon" yang pada waktu itu diperintah oleh
seorang raja bernama "Namrud bin Kan'aan."
Kerajaan
Babylon pada masa itu termasuk kerajaan yang makmur rakyat hidup
senang, sejahtera dalam keadaan serba cukup sandang mahupun pandangan
serta saranan-saranan yang menjadi keperluan pertumbuhan jasmani
mereka. Akan
tetapi tingkatan hidup rohani mereka masih berada di tingkat
jahiliah. Mereka tidak mengenal Tuhan Pencipta mereka yang telah
mengurniakan mereka dengan segala kenikmatan dan kebahagiaan duniawi.
Persembahan mereka adalah patung-patung yang mereka pahat sendiri
dari batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.
Raja mereka Namrud bin Kan'aan
menjalankan tampuk pemerintahnya dengan tangan besi dan kekuasaan
mutlak. Semua kehendaknya harus terlaksana dan segala perintahnya
merupakan undang-undang yang tidak dapat dilanggar atau di tawar.
Kekuasaan yang besar yang berada di tangannya itu dan kemewahan hidup
yang berlebih-lebihan yang ia nikmati lama-kelamaan menjadikan ia
tidak puas dengan kedudukannya sebagai raja. Ia merasakan dirinya
patut disembah oleh rakyatnya sebagai tuhan. Ia berfikir jika
rakyatnya mahu dan rela menyembah patung-patung yang terbina dari
batu yang tidak dapat memberi manfaat dan mendatangkan kebahagiaan
bagi mereka, mengapa bukan dialah yang disembah sebagai tuhan. Dia
yang dapat berbicara, dapat mendengar, dapat berfikir, dapat memimpin
mereka, membawa kemakmuran bagi mereka dan melepaskan dari
kesengsaraan dan kesusahan. Dia yang dapat mengubah orang miskin
menjadi kaya dan orang yang hina-dina diangkatnya menjadi orang
mulia. di samping itu semuanya, ia adalah raja yang berkuasa dan
memiliki negara yang besar dan luas.
Di tengah-tengah masyarakat yang
sedemikian buruknya lahir dan dibesarkanlah Nabi Ibrahim dari seorang
ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Ia sebagai
calon Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa pelita kebenaran
kepada kaumnya,jauh-jauh telah diilhami akal sihat dan fikiran tajam
serta kesedaran bahawa apa yang telah diperbuat oleh kaumnya termasuk
ayahnya sendiri adalah perbuat yang sesat yang menandakan kebodohan
dan kecetekan fikiran dan bahawa persembahan kaumnya kepada
patung-patung itu adalah perbuatan mungkar yang harus di banteras dan
diperangi agar mereka kembali kepada persembahan yang benar ialah
persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta
ini.
Semasa
remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota
menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang
telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk
menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan
patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata:"
Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? "
Nabi Ibrahim as mendapatkan
tempat khusus di sisi Allah SWT. Ibrahim termasuk salah satu nabi
ulul azmi di antara lima nabi di mana Allah SWT mengambil dari mereka
satu perjanjian yang berat. Kelima nabi itu adalah Nabi Nuh, Nabi
Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad saw - sesuai dengan
urutan diutusnya mereka. Ibrahim adalah seorang nabi yang diuji oleh
Allah SWT dengan ujian yang jelas. Yaitu ujian di atas kemampuan
manusia biasa. Meskipun menghadapi ujian dan tantangan yang berat,
Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sebagai seorang hamba yang menepati
janjinya dan selalu menunjukkan sikap terpuji. Allah SWT berfirman:
"Dan Ibrahim yang selalu
menyempurnakan janji. " (QS. an-Najm: 37)
Allah SWT menghormati Ibrahim
dengan penghormatan yang khusus. Allah SWT menjadikan agamanya
sebagai agama tauhid yang murni dan suci dari berbagai kotoran, dan
Dia menjadikan akal sebagai alat penting dalam menilai kebenaran bagi
orang-orang yang mengikuti agama-Nya. Allah SWT berfirman:
"Dan tidak ada yang benar
kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya
sendiri dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya
Dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang soleh." (QS.
al-Baqarah: 130)
Allah SWT memuji Ibrahim dalam
flrman-Nya:
"Sesungguhnya Ibrahim
adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada
Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang
yang mempersekutukan (Tuhan). " (QS. an- Nahl: 120)
Termasuk keutamaan Allah SWT yang
diberikan-Nya kepada Ibrahim adalah, Dia menjadikannya sebagai imam
bagi manusia dan menganugerahkan pada keturunannya kenabian dan
penerimaan kitab (wahyu). Oleh kerana itu, kita dapati bahawa setiap
nabi setelah Nabi Ibrahim as adalah anak-anak dan cucu-cucunya. Ini
semua merupakan bukti janji Allah SWT kepadanya, di mana Dia tidak
mengutus seorang nabi kecuali datang dari keturunannya. Demikian juga
kedatangan nabi yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw, adalah
sebagai wujud dari terkabulnya doa Nabi Ibrahim yang diucapkannya
kepada Allah SWT di mana ia meminta agar diutus di tengah-tengah kaum
yang umi seorang rasul dari mereka. Ketika kita membahas keutamaan
Nabi Ibrahim dan penghormatan yang Allah SWT berikan kepadanya,
nescaya kita akan mendapatkan hal-hal yang menakjubkan.
Kita di hadapan seorang manusia
dengan hati yang suci. Manusia yang ketika diperintahkan untuk
menyerahkan diri ia pun segera berkata, bahawa aku telah menyerahkan
diriku kepada Pengatur alam semesta. Ia adalah seorang Nabi yang
pertama kali menamakan kita sebagai al- Muslimin (orang-orang yang
menyerahkan diri). Seorang Nabi yang doanya terkabul dengan diutusnya
Muhammad bin Abdullah saw. la adalah seorang Nabi yang merupakan
datuk dan ayah dari pada nabi yang datang setelahnya. Ia seorang Nabi
yang lembut yang penuh cinta kasih kepada manusia dan selalu kembali
kepada jalan kebenaran. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Ibrahim itu
benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali
kepada Allah." (QS. Hud: 75)
"(Yaitu): Kesejahteraan
dilimpahkan atas Ibrahim." (QS. as-Shaffat: 109)
Demikianlah Allah SWT sebagai
Pencipta memperkenalkan hamba-Nya Ibrahim. Tidak kita temukan dalam
kitab Allah SWT penyebutan seorang nabi yang Allah SWT angkat sebagai
kekasih-Nya kecuali Ibrahim. Hanya ia yang Allah SWT khususkan dengan
firman-Nya:
"Dan
Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya." (QS.
an- Nisa': 125)
Para ulama berkata bahawa
al-Hullah adalah rasa cinta yang sangat. Demikianlah pengertian dari
ayat tersebut. Allah SWT mengangkat Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Ini
merupakan suatu kedudukan yang mulia dan sangat tinggi. Di hadapan
kedudukan yang tinggi ini, Ibrahim duduk dan merenung: aku telah
memperoleh dan apa yang aku peroleh. Hati apakah yang ada di dalam
diri Nabi Ibrahim, rahmat apa yang diciptakan, dan kemuliaan apa yang
dibentuk, dan cinta apa yang diberikan. Sesungguhnya puncak harapan
para pejalan rohani dan tujuan akhir para sufi adalah "merebut"
cinta Allah SWT. Bukankah setiap orang membayangkan dan
mengangan-angankan untuk mendapatkan cinta dari Allah SWT?
Demikianlah harapan setiap manusia.
Nabi Ibrahim adalah seorang
harnba Allah SWT yang berhak diangkat-Nya menjadi al-Khalil (kekasih
Allah SWT). Itu adalah darjat dari darjat- darjat kenabian yang kita
tidak mengetahui nilainya. Kita juga tidak mengetahui bagaimana kita
menyifatinya. Berapa banyak pernyataan- pernyataan manusia berkaitan
dengan hal tersebut, namun rasa-rasanya ia laksana penjara yang
justru menggelapkannya. Kita di hadapan kurnia Ilahi yang besar yang
terpancar dari cahaya langit dan bumi. Adalah hal yang sangat
mengagumkan bahawa setiap kali Nabi Ibrahim mendapatkan ujian dan
kepedihan, beliau justru menciptakan permata. Adalah hal yang sangat
menghairankan bahawa hati yang suci ini justru menjadi matang sejak
usia dini.
Al-Quran
al-Karim tidak menceritakan tentang proses kelahirannya dan masa
kecilnya. Kita mengetahui bahawa di masa Nabi Ibrahim manusia terbagi
menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama menyembah patung- patung yang
terbuat dari kayu dan batu. Kelompok kedua menyembah bintang dan
bulan dan kelompok ketiga menyembah raja-raja atau penguasa. Cahaya
akal saat itu padam sehingga kegelapan memenuhi segala penjuru bumi.
Akhirnya,
kehausan bumi untuk mendapatkan rahmat dan kelaparannya terhadap
kebenaran pun semakin meningkat. Dalam suasana yang demikianlah Nabi
Ibrahim dilahirkan. Ia dilahirkan dari keluarga yang mempunyai
keahlian membuat patung atau berhala. Disebutkan bahawa ayahnya
meninggal sebelum ia dilahirkan kemudian ia diasuh oleh pamannya di
mana pamannya itu menduduki kedudukan ayahnya. Nabi Ibrahim pun
memanggil dengan sebutan-sebutan yang biasa ditujukan kepada seorang
ayah. Ada
juga ada yang mengatakan bahawa ayahnya tidak meninggal dan Azar
adalah benar-benar ayahnya. Ada pendapat lain yang mengatakan bahawa
Azar adalah nama salah satu patung yang cukup terkenal yang dibuat
oleh ayahnya. Alhasil, Ibrahim berasal dari keluarga semacam ini.
Kepala keluarga Ibrahim adalah
salah seorang seniman yang terbiasa memahat patung-patung sehingga
profesion si ayah mendapatkan kedudukan istimewa di tengah-tengah
kaumnya. Keluarga Nabi Ibrahim sangat dihormati. Dalam bahasa kita
saat ini bisa saja ia disebut dengan keluarga aristokrat. Dari
keluarga semacam ini lahir seorang anak yang mampu menentang
penyimpangan dari keluarganya sendiri, dan menentang sistem
masyarakat yang rosak serta melawan berbagai macam ramalan para
dukun, dan menentang penyembahan berhala dan bintang, serta segala
bentuk kesyirikan. Akhirnya, beliau mendapatkan ujian berat saat
beliau dimasukkan ke dalam api dalam keadaan hidup- hidup. Kita tidak
ingin mendahului peristiwa tersebut. Kami ingin memulai kisah Nabi
Ibrahim sejak masa kecilnya. Nabi Ibrahim adalah seseorang yang
akalnya cemerlang sejak beliau berusia muda. Allah SWT menghidupkan
hatinya dan akalnya dan memberinya hikmah sejak masa kecilnya.Nabi Ibrahim mengetahui saat
beliau masih kecil bahawa ayahnya seseorang yang membuat
patung-patung yang unik.[1] Pada suatu hari, ia bertanya terhadap
ciptaan ayahnya kemudian ayahnya memberitahunya bahawa itu adalah
patung-patung dari tuhan-tuhan. Nabi Ibrahim sangat kehairanan
melihat hal tersebut, kemudian timbul dalam dirinya - melalui akal
sehatnya - penolakan terhadapnya. Uniknya, Nabi Ibrahim justru
bermain-main dengan patung itu saat ia masih kecil, bahkan terkadang
ia menunggangi punggung patung-patung itu seperti orang- orang yang
biasa menunggang keldai dan binatang tunggangan lainnya. Pada suatu
hari, ayahnya melihatnya saat menunggang punggung patung yang bernama
Mardukh. Saat itu juga ayahnya marah dan memerintahkan anaknya agar
tidak bermain-main dengan patung itu lagi.
Ibrahim bertanya: "Patung
apakah ini wahai ayahku? Kedua telinganya besar, lebih besar dari
telinga kita." Ayahnya menjawab: "Itu adalah Mardukh, tuhan
para tuhan wahai anakku, dan kedua telinga yang besar itu sebagai
simbol dari kecerdasan yang luar biasa." Ibrahim tampak tertawa
dalam dirinya padahal saat itu beliau baru menginjak usia tujuh
tahun.
Injil Barnabas melalui lisan Nabi
Isa menceritakan kepada kita, bahawa Nabi Ibrahim mengejek ayahnya
saat beliau masih kecil. Suatu hari, Ibrahim bertanya kepada ayahnya:
"Siapa yang menciptakan manusia wahai ayahku?" Si ayah
menjawab: "Manusia, kerana akulah yang membuatmu dan ayahku yang
membuat aku." Ibrahim justru menjawab: "Tidak demikian
wahai ayahku, kerana aku pernah mendengar seseorang yang sudah tua
yang berkata: "Wahai Tuhanku mengapa Engkau tidak memberi aku
anak."
Si
ayah berkata: "Benar wahai anakku, Allah yang membantu manusia
untuk membuat manusia namun Dia tidak meletakkan tangan-Nya di
dalamnya. Oleh
kerana itu, manusia harus menunjukkan kerendahan di hadapan Tuhannya
dan memberikan korban untuk-Nya." Kemudian Ibrahim bertanya
lagi: "Berapa banyak tuhan-tuhan itu wahai ayahku?" Si ayah
menjawab: "Tidak ada jumlahnya wahai anakku." Ibrahim
berkata: "Apa yang aku lakukan wahai ayahku jika aku mengabdi
pada satu tuhan lalu tuhan yang lain membenciku kerana aku tidak
mengabdi pada-Nya? Bagaimana terjadi persaingan dan pertentangan di
antara tuhan? Bagaimana seandainya tuhan yang membenciku itu membunuh
tuhanku? Boleh jadi ia membunuhku juga."
Si ayah menjawab dengan tertawa:
"Kamu tidak perlu takut wahai anakku, kerana tidak ada
permusuhan di antara sesama tuhan. Di dalam tempat penyembahan yang
besar terdapat ribuan tuhan dan sampai sekarang telah berlangsung
tujuh puluh tahun. Meskipun demikian, belum pernah kita mendengar
satu tuhan memukul tuhan yang lain." Ibrahim berkata: "Kalau
begitu terdapat suasana harmonis dan kedamaian di antara mereka."Si
ayah menjawab: "Benar."
Ibrahim bertanya lagi: "Dari
apa tuhan-tuhan itu diciptakan? Orang tua itu menjawab: "Ini
dari kayu-kayu pelepah kurma, itu dari zaitun, dan berhala kecil itu
dari gading. Lihatlah alangkah indahnya. Hanya saja, ia tidak
memiliki nafas." Ibrahim berkata: "Jika para tuhan tidak
memiliki nafas, maka bagaimana mereka dapat memberikan nafas? Bila
mereka tidak memiliki kehidupan bagaimana mereka memberikan
kehidupan? Wahai ayahku, pasti mereka bukan Allah." Mendengar
ucapan Ibrahim itu, sang ayah menjadi berang dan marah sambil
berkata: "Seandainya engkau sudah dewasa nescaya aku pukul
dengan kapak ini."
Ibrahim berkata: "Wahai
ayahku, jika para tuhan membantu dalam penciptaan manusia, maka
bagaimana mungkin manusia menciptakan tuhan? Jika para tuhan
diciptakan dari kayu, maka membakar kayu merupakan kesalahan besar,
tetapi katakanlah wahai ayahku, bagaimana engkau menciptakan
tuhan-tuhan dan membuat baginya tuhan yang cukup baik, namun
bagaimana tuhan-tuhan membantumu untuk membuat anak-anak yang cukup
banyak sehingga engkau menjadi orang yang paling kuat di dunia?"
Selesailah dialog antara Ibrahim
dan ayahnya dengan terjadinya pemukulan oleh si ayah terhadap
Ibrahim. Kemudian berlalulah hari demi hari dan Ibrahim menjadi
besar. Sejak usia anak-anak, hati Ibrahim menanam rasa benci terhadap
patung-patung yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Ibrahim tidak habis
mengerti, bagaimana manusia yang berakal membuat patung-patung dengan
tangannya sendiri kemudian setelah itu ia sujud dan menyembah
terhadap apa yang dibuatnya.
Ibrahim memperhatikan bahawa
patung-patung tersebut tidak makan dan minum dan tidak mampu
berbicara, bahkan seandainya ada seseorang yang membaliknya ia tidak
mampu bangkit dan berdiri sebagaimana asalnya. Bagaimana manusia
membayangkan bahawa patung-patung tersebut dapat mendatangkan bahaya
dan memberikan manfaat? Pemikiran ini banyak merisaukan Ibrahim dalam
tempo yang lama. Apakah mungkin semua kaumnya bersalah sementara
hanya ia yang benar? Bukankah yang demikian ini sangat menghairankan?
Kaum Nabi Ibrahim mempunyai
tempat penyembahan yang besar yang dipenuhi berbagai macam berhala.
Di tengah-tengah tempat penyembahan itu terdapat mihrab yang
diletakkan di dalamnya patung- patung yang paling besar. Ibrahim
mengunjungi tempat itu bersama ayahnya saat ia masih kecil. Ibrahim
memandang berhala-berhala yang terbuat dari batu-batuan dan kayu itu
dengan pandangan yang menghinakan. Hal ini sangat menghairankan
masyarakat pada saat itu kerana saat memasuki tempat penyembahan itu,
mereka menampakkan ketundukan dan kehormatan di hadapan
patung-patung. Bahkan mereka menangis dan memohon berbagai macam hal.
Seakan-akan patung- patung itu mendengar apa yang mereka keluhkan dan
bicarakan.
Mula-mula pemandangan tersebut
membuat Ibrahim tertawa kemudian lama-lama Ibrahim marah. Hal yang
menghairankan baginya bahawa manusia-manusia itu semuanya tertipu,
dan yang semakin mempersulit masalah adalah, ayah Ibrahim ingin agar
Ibrahim menjadi dukun saat ia besar. Ayah Ibrahim tidak menginginkan
apa-apa kecuali agar Ibrahim memberikan penghormatan kepada
patung-patung itu, namun ia selalu mendapati Ibrahim menentang dan
meremehkan patung-patung itu.
Pada suatu hari Ibrahim bersama
ayahnya masuk di tempat penyembahan itu. Saat itu terjadi suatu pesta
dan perayaan di hadapan patung-patung, dan di tengah-tengah perayaan
tersebut terdapat seorang tokoh dukun yang memberikan pengarahan
tentang kehebatan tuhan berhala yang paling besar. Dengan suara yang
penuh penghayatan, dukun itu memohon kepada patung agar menyayangi
kaumnya dan memberi mereka rezeki. Tiba-tiba keheningan saat itu di
pecah oleh suara Ibrahim yang ditujukan kepada tokoh dukun itu: "Hai
tukang dukun, ia tidak akan pernah mendengarmu. Apakah engkau
meyakini bahawa ia mendengar?" Saat itu manusia mulai kaget.
Mereka mencari dari mana asal suara itu. Ternyata mereka mendapati
bahawa suara itu suara Ibrahim. Lalu tokoh dukun itu mulai
menampakkan kerisauan dan kemarahannya. Tiba-tiba si ayah berusaha
menenangkan keadaan dan mengatakan bahawa anaknya sakit dan tidak
mengetahui apa yang dikatakan.
Lalu keduanya keluar dari tempat
penyembahan itu. Si ayah menemani Ibrahim menuju tempat tidurnya dan
berusaha menidurkannya dan meninggalkannya setelah itu. Namun,
Ibrahim tidak begitu saja mahu tidur ketika beliau melihat kesesatan
yang menimpa manusia. Beliau pun segera bangkit dari tempat tidurnya.
Beliau bukan seorang yang sakit. Beliau merasa dihadapkan pada
peristiwa yang besar. Beliau menganggap mustahil bahawa patung-patung
yang terbuat dari kayu-kayu dan batu- batuan itu menjadi tuhan bagi
kaumnya. Ibrahim keluar dari rumahnya menuju ke gunung. Beliau
berjalan sendirian di tengah kegelapan. Beliau memilih salah satu gua
di gunung, lalu beliau rnenyandarkan punggungnya dalam keadaan duduk
termenung. Beliau memperhatikan langit. Beliau mulai bosan memandang
bumi yang dipenuhi dengan suasana jahiliah yang bersandarkan kepada
berhala.
Tidak lama setelah Nabi Ibrahim
memperhatikan langit kemudian beliau melihat-lihat berbagai bintang
yang disembah di bumi. Saat itu hati Nabi Ibrahim - sebagai pemuda
yang masih belia - merasakan kesedihan yang luar biasa. Lalu
beliau melihat apa yang di belakang bulan dan bintang. Hal itu sangat
mengagumkannya. Mengapa manusia justru menyembah ciptaan Tuhan?
Bukankah semua itu muncul dan tenggelam dengan izin- Nya. Nabi
Ibrahim mengalami dialog internal dalam dirinya. Allah SWT
menceritakan keadaan ini dalam surah al-An'am:
"Dan (ingatlah) di waktu
Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar: 'Pantaskah kamu menjadikan
berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu
dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.' Dan demikianlah Kami
perlihatkan kepada Ibrahim tanda- tanda keagungan (Kami yang
terdapat) di langit dan di bumi, dan Kami (memperlihatkannya) agar
Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam menjadi
gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: 'Inilah
Tuhanku,' tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata: 'Saya
tidak suka kepada yang tenggelam.'" (QS. al-An'am: 74-76)
Al-Quran tidak menceritakan
kepada kita peristiwa atau suasana yang dialami Ibrahim saat
menyatakan sikapnya dalam hal itu, tapi kita merasa dari konteks ayat
tersebut bahawa pengumuman ini terjadi di antara kaumnya. Dan tampak
bahawa kaumnya merasa puas dengan hal tersebut. Mereka mengira bahawa
Ibrahim menolak penyembahan berhala dan cenderung pada penyembahan
bintang. Kita ketahui bahawa di zaman Nabi Ibrahim manusia menjadi
tiga bahagian. Sebahagian mereka menyembah berhala sebahagian lagi
menyembah bintang, dan sebahagian yang lain menyembah para raja.
Namun di saat pagi, Nabi Ibrahim mengingatkan kaumnya dan membikin
mereka terkejut di mana bintang-bintang yang diyakininya kelmarin
kini telah tenggelam. Ibrahim mengatakan bahawa ia tidak menyukai
yang tenggelam. Allah SWT berfirman:
"Ketika malam telah
menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata:
'Inilah Tuhanku.'" (QS.
al-An'am: 76)
Ibrahim kembali merenung dan
memberitahukan kaumnya pada malam kedua bahawa bulan adalah
tuhannnya. Kaum Nabi Ibrahim tidak mengetahui atau tidak memiliki
kapasiti logik yang cukup atau kecerdasan yang cukup, bahawa
sebenarnya Ibrahim ingin menyedarkan dengan cara sangat lembut dan
penuh cinta. Bagaimana mereka menyembah tuhan yang terkadang
tersembunyi dan terkadang muncul atau terkadang terbit dan terkadang
tenggelam. Mula-mula kaum Nabi Ibrahim tidak mengetahui yang demikian
itu. Pertama-tama Ibrahim menyanjung bulan tetapi ternyata bulan
seperti bintang yang lain, ia pun muncul dan tenggelam: Allah SWT
berfirman:
"Kemudian tatkala dia
melihat sebuah bulan terbit dia berkata: 'Inilah Tuhanku.' Tetapi
setelah bulan itu terbenam dia berkata: 'Sesungguhnya jika Tuhanku
tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang
yang sesat.'" (QS. al-An'am: 77)
Kita perhatikan di sini bahawa
beliau berbicara dengan kaumnya tentang penolakan penyembahan
terhadap bulan. Ibrahim berhasil "merobek" keyakinan
terhadap penyembahan bulan dengan penuh kelembutan dan ketenangan.
Bagaimana manusia menyembah tuhan yang terkadang tersembunyi dan
terkadang muncul. Sungguh, kata Ibrahim, betapa aku membayangkan apa
yang terjadi padaku jika Tuhan tidak membimbingku. Nabi Ibrahim
mengisyaratkan kepada mereka bahawa beliau memiliki Tuhan, bukan
seperti tuhan-tuhan yang mereka sembah. Namun lagi-lagi mereka belum
mampu menangkap isyarat Nabi Ibrahim. Beliau pun kembali menggunakan
argumentasi untuk menundukkan kelompok pertama dari kaumnya, yaitu
penyembah bintang. Allah SWT berfirman:
"Kemudian tatkala dia
melihat matahari terbit, dia berkata: 'Inilah Tuhanku. Inilah yang
lebih besar.' Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: 'Hai
kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang
menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar,
dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.'"
(QS. al-An'am: 78-79)
Ibrahim berdialog dengan
penyembah matahari. Beliau memberitahukan bahawa matahari adalah
tuhannya kerana dia yang terbesar. Lagi-lagi Ibrahim memainkan peran
yang penting dalam rangka menggugah fikiran mereka. Para penyembah
matahari tidak mengetahui bahawa mereka menyembah makhluk. Jika
mereka mengira bahawa ia adalah besar, maka Allah SWT Maha Besar.
Setelah Ibrahim memberitahukan
bahawa matahari adalah tuhannya, beliau menunggu saat yang tepat
sehingga matahari itu tenggelam dan ternyata benar dia bagaikan
sembahan-sembahan yang lain yang suatu saat akan tenggelam. Setelah
itu Ibrahim memploklamirkan bahawa beliau terbebas dari penyembahan
bintang.
Ibrahim
mulai memandang dan memberikan pengarahan kepada kaumnya bahawa di
sana ada Pencipta langit dan bumi. Argumentasi Ibrahim mampu
memunculkan kebenaran, tetapi sebagaimana biasa kebatilan tidak
tunduk begitu saja. Mereka mulai menampakkan taringnya dan mulai
menggugat keberadaan dan kenekatan Ibrahim as. Mereka
mulai menentang Nabi Ibrahim dan mulai mendebatnya dan bahkan
mengancamnya. Allah SWT berfirman:
"Dan dia dibantah oleh
kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantahku tentang
Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku.
Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang
kamu persekutukan dengan Allah, kecuali jika Tuhanku menghendaki
sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala
sesuatu. Maka apakah kamu
tidak dapat mengambil
pelajaran (daripadanya) ? Bagaimana aku takut kepada
sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah) padahal kamu
tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah
sendiri tidak menurunkan hujah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya.
Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak mendapat
keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui)?'" (QS.
al-An'am: 80-81)
Kita tidak mengetahui sampai
sejauh mana ketajaman pergelutan antara Nabi Ibrahim dan kaumnya, dan
bagaimana cara mereka menakut-nakuti Nabi Ibrahim. Al-Quran tidak
menyinggung hal tersebut. Namun yang jelas, tempat mereka yang penuh
kebatilan itu mampu dilumpuhkan oleh Al-Quran. Dari cerita tersebut,
Al-Quran mengemukakan Nabi bahawa Ibrahim menggunakan logik seorang
yang berfikir sehat. Menghadapi berbagai tantangan dan ancaman dari
kaumnya, Nabi Ibrahim justru mendapatkan kedamaian dan tidak takut
kepada mereka. Allah SWT berfirman:
"Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampur adukan iman mereka dengan kelaliman
(syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka
itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. " (QS. al-An'am:
82)
Allah SWT selalu memberikan hujah
atau argumentasi yang kuat kepada Nabi Ibrahim sehingga beliau mampu
menghadapi kaumnya. Allah SWT berfirman:
"Dan itulah hujah Kami
yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami
tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa darjat. Sesungguhnya
Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. " (QS. al-An'am:
83)
Ibrahim didukung oleh Allah SWT
dan diperlihatkan kerajaan langit dan bumi. Demikianlah Nabi Ibrahim
terus melanjutkan penentangan pada penyembahan berhala. Tentu saat
ini pergelutan dan pertentangan antara beliau dan kaumnya semakin
tajam dan semakin meluas. Beban yang paling berat adalah saat beliau
harus berhadapan dengan ayahnya, di mana profesion si ayah dan rahsia
kedudukannya merupakan biang keladi dari segala penyembahan yang
diikuti majoriti kaumnya. Nabi Ibrahim keluar untuk berdakwah kepada
kaumnya dengan berkata:
"Patung-patung apakah ini
yang kamu tekun beribadah kepadanya? Mereka menjawab: 'Kami mendapati
bapak-bapak Kami menyembahnya." Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya
kamu dan bapak- bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata.' Mereka
menjawab: 'Apakah kamu datang kepada kami sungguh-sungguh ataukah
kamu termasuk orang yang bermain-main?' Ibrahim berkata: 'Sebenarnya
tuhan kamu adalah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakan- Nya;
dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang
demikian itu.'" (QS. al-Anbiya': 52-56)
Selesailah urusan. Mulailah
terjadi pergelutan antara Nabi Ibrahim dan kaumnya. Tentu yang
termasuk orang yang paling menentang beliau dan marah kepada sikap
beliau itu adalah ayahnya dan bapa saudaranya yang mendidiknya
laksana seorang ayah. Akhirnya, si ayah dan si anak terlibat dalam
pergelutan yang sengit di mana kedua-duanya dipisahkan oleh
prinsip-prinsip yang berbeza. Si anak bertengger di puncak kebenaran
bersama Allah SWT sedangkan si ayah berdiri bersama kebatilan. Si
ayah berkata kepada anaknya: "Sungguh besar ujianku kepadamu
wahai Ibrahim. Engkau telah berkhianat kepadaku dan bersikap tidak
terpuji kepadaku." Ibrahim menjawab:
"Wahai bapakku, mengapa
kamu menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, tidak melihat dan
tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya
telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang
kepadamu, maka ikutilah aku, nescaya aku akan menunjukkan kepadamu
jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan,
sesungguhnya syaitan itu derhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.
Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahawa kamu akan ditimpa
azab dan Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi
syaitan.'" (QS. Maryam: 42-45)
Sang ayah segera bangkit dan ia
tak kuasa lagi untuk meledakkan amarahnya kepada Ibrahim:
"Bencikah kamu kepada
tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka nescaya
kamu akan aku rejam, dan tinggalanlah aku buat waktu yang lama."
(QS. Maryam: 46)
Jika engkau tidak berhenti dari
dakwahmu ini, sungguh aku akan merejammu. Aku akan membunuhmu dengan
pukulan batu. Demikian balasan siapa pun yang menentang tuhan.
Keluarlah dari rumahku! Aku tidak ingin lagi melihatmu. Keluar!
Akhirnya,
pertentangan itu membawa akibat pengusiran Nabi Ibrahim dari
rumahnya, dan beliau pun terancam pembunuhan dan perejaman. Meskipun
demikian, sikap Nabi Ibrahim tidak pernah berubah. Beliau tetap
menjadi anak yang baik dan Nabi yang mulia. Beliau
berdialog dengan ayahnya dengan menggunakan adab para nabi dan etika
para nabi. Ketika mendengar penghinaan, pengusiran, dan ancaman
pembunuhan dari ayahnya, beliau berkata dengan lembut:
"Semoga keselamatan
dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku,
sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri
darimu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, dan aku akan
berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan
berdoa kepada Tuhanku.'" (QS. Maryam: 47-48)
Nabi
Ibrahim pun keluar dari rumah ayahnya. Beliau meninggalkan kaumnya
dan menyembah selain Allah SWT. Beliau menetapkan suatu urusan dalam
dirinya, beliau mengetahui bahawa di sana ada pesta besar yang
diadakan di tepi sungai di mana manusia-manusia berduyu-duyun menuju
ke sana. Beliau menunggu sampai perayaan itu datang di mana saat itu
kota menjadi sunyi kerana ditinggalkan oleh manusia yang hidup di
dalamnya dan mereka menuju ke tempat itu. Jalan-jalan
yang menuju tempat penyembahan menjadi sepi dan tempat penyembahan
itu pun ditinggalkan oleh penjaganya. Semua orang mengikuti pesta
itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar